Sebagai bukti yang nyata adalah banyak sekali orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi dengan gelar dan keahlian yang sangat banyak namun, justru mereka yang membuat Negara semakin terpuruk. Keterpurukan itu terjadi dari segala bidang kehidupan misalnya :
Ekonomi ; sistem ekonomi sekarang mulai dari zaman orde baru perekonomian tidak pernah mengalami kemajuan yang berarti namun, malah sebaliknya. Terjadinya bencana kelaparan diberbagai daerah di Indonesia, produksi pangan, sandang, dan papan semakin berkurang ini sebagai bukti bahwa pemerintah sekarang masih tidak becus mengelola Negara ini.
Sosial/budaya ; kehidupan sosial yang terjadi dikalangan masyarakat semakin jauh menyimpang dari budaya khususnya budaya kemanusiaan kita. Ini terlihat dari makin maraknya praktek prostitusi yang dapat kita jumpai dipinggir jalanan kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Hukum ; Negara Indonesia yang terkenal sebagai Negara hukum hanya sebuah simbolitas saja. Hukum hanya menjadi permainan bagi orang-orang yang berkuasa, bagi pemegang modal, dan perumus hukum itu sendiri. Kita dapat melihat bagaimana para pemegang modal, penguasa, dan orang kaya, dimana hukum bagi dirinya bukanlah menjadi sebuah aturan akan tetapi menjadi kekuatan untuk menjerat kaum lemah. Penggusuran terjadi di mana-mana dan masih banyak lagi yang lainnya.
Moral : moral anak bangsa semakin terpuruk, garis pemisah baik dan buruk tak mampu lagi untuk dipisahkan karena akibat dari system yang terbangun dalam mendidik yang salah.
Dari dasar tersebut di atas maka perlu adanya sebuah langkah yang harus diambil sehingga kita dapat mengatasi masalah tanpa rakyat harus menjadi korban. Bukan sebaliknya, yang mana keputusan yang diambil itu akan menyengsarakan rakyat kecil, sehingga demokrasi yang dijalankan oleh pemerintah hari ini bukan untuk rakyat (Eko Prasoetiyo).
Refungsional kampus
Kampus sebagai wadah dalam melakukan aktivitas akademika sangat membantu dalam mewujudkan manusia yang beradab dan bijaksana. Namun, cita-cita luhur dan tujuan dari kampus itu telah jauh mengalami suatu pergeseran yang dulunya kehidupan kampus adalah kehidupan intelektual yang mengedepankan kebersamaan dan persatuan untuk menuju kepada kehidupan yang lebih baik dan mapan. Kebersamaan dan kemapanan ini yang kemudian akan ,melahirkan generasi intelektual dan militan dalam melakukan perubahan seperti yang terlihat dari awal perjuangan untuk lepas dari penjajahan adalah dari kaum pemuda dan mahasiswa, tapi sekarang sudah menjalankan pola kehidupan individualistik.
Kampus harus mampu difungsikan secara benar dan tepat, sehingga mampu menampung segala potensi keilmuan. Karena kampus bukan hanya tempatnya orang-orang yang mau belajar matematika saja atau yang lainnya akan tetapi, kampus merupakan wadah yang harus mampu mewadahi segala aktivitas mahasiswa, termasuk dosen, dan seluruh elemen yang ada di dalam dunia kampus.
Dosen sebagai staf pengajar dalam kampus harus tanggap terhadap kondisi yang dialami oleh mahasiswa karena pada kenyataannya dosen terkadang menjerat mahasiswa untuk tidak melakukan sesuatu selain mengerjakan tugas saja. Pada hal seorang mahasiswa itu terikat langsung dengan keadaan sosial sebagai pengayon masyarakat, pendobrak dan pennyeimbang dalam kehidupan berpolitik, dan sebagai abdi masyarakat. Dari hal tersebut seorang staf pengajar tidak boleh mendikte seorang siswa ataupun mahasiswa dalam proses pencarian ilmu pengetahuan. Staf bukanlah sosok yang harus didewakan akan tetapi menjadi motor penggerak dalam menciptakan generasi yang tanggap dan kritis terhadap kehidupan sosial dan perubahan yang ada.
Reformasi kultur kampus
Reformasi, adalah suatu keharusan melihat kondisi kampus hari ini bahwa terjadi suatu pengkotak-kotakan dalam wilayah kampus tertentu entah itu di wilayah jurusan, tingkat fakultas maupun universitas yang satu dengan universitas yang lain. Hal ini sangat tidak relevan dengan peraturan Dinas Pendidikan ketika terjadi hal seperti di atas tersebut. Seperti pada undang-undang repeblik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengemukakan bahwa :
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kampus jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk duduk dan belajar dalam kelas saja tentang akademik abstrak akan tetapi kampus juga harus mampu menjadi tempat menuntut ilmu yang berupa praktis tak terkecuali dalam hal berpolitik. Dengan demikian kampus tidak terkesan sebagai kehidupan dari hasil hegemoni sistem yang diterapkan oleh pihak birokrat tanpa memperhatikan kepentingan mahasiswa.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak sedikit perubahan yang terjadi akibat dari ketidaksadaran dari individu itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu adanya pembenahan yang harus bermula pada saat mereka berada pada pendidikan tingkat sekolah menengah atas. Sebagaimana Cita-cita gerakan reformasi ingin mewujudkan Indonesia baru yang dibangun oleh masyarakat sendiri, terutama oleh generasi muda. S.J. Drost. Olehnya itu, sistem pendidikan pada tingkat sekolah menengah atas perlu diterapkan sistem pendidikan humaniora memanusiakan manusia sehingga seorang generasi betul-betul secara sadar untuk berpikir betapa pentingnya dari menuntut ilmu.
Browse » Home »
Berita/Artikel
» Ada Apa Dengan Kampus (2)
Jumat, 26 Agustus 2011
Ada Apa Dengan Kampus (2)
Langganan:
Posting Komentar (RSS)





2 comments:
ijin nyimak info nya gan
keren nih, menarik dan bermanfaat sekali
thanks ya, sukses terus
informasi yang sangat menarik dan bermanfaat nih gan
senang bisa berkunjung ke blog anda
terimakasih banyak
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.