Hanya orang yang berani bermain dan menari bersama ombak yang tidak akan terhempas pada batu karang, tapi sebaliknya, akan mencumbui batu karang, akan datang bersama hempasan ombak, akan melumat bibir pantai, dan ia bergumam, "Betapa nikmat dan asinnya garam kehidupan!"

Jumat, 02 Januari 2015

Meningkatkan Moral Remaja dengan Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Pendidikan---Budaya sipakatau, sipakainge’ dan sipakalebbi.

(A.Sarifah Nur Rahmi—Siswa SMAN 10 Bulukumba) “Generasi yang kuat adalah generasi yang sadar bahwa beban bangsa ini merupakan amanah, dan lebih dini memenuhi pundaknya dengan beban itu.” 

Pendahuluan

Paulo Freire pernah menulis sebuah artikel tentang pendidikan yang berjudul, ‘Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang Memanusiakan’. Di dalam artikel ini Paulo Freire secara sadar bahwa pemanusiaan selalu menjadi problem pokok manusia, dan sudah saatnya untuk problem itu harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. (Paulo Freire, dkk, 2009:434)

Sejatinya, pendidikan yang sementara digalakkan oleh pemerintah dengan berbagai cara dan upaya, mampu memberikan efek positif terhadap pembentukan manusia seutuhnya. Namun, di tengah upaya itu, ada banyak realitas yang merupakan kebalikan dari cita-cita penedidikan itu. Kita senantiasa disuguhi dengan berita-berita yang memuakkan dan menyedihkan. Misalnya, premanisme-dehumanisme yang ditandai dengan tawuran antara pelajar, hedonisme, budaya pop, kenakalan remaja, seks bebas, narkoba, bahkan kapitalisme merupakan sebab dari globalisasi, penjarahan, maraknya kelompok-kelompok anak muda yang meresahkan, dan lucunya mereka berdalih bahwa ini dilakukan sebagai salah satu proses pencarian jati diri. Selain itu, tumbuh sikap individualis-materialistik yang ditandai dengan menurunnya semangat gotong royong. Materi menjadi ukuran yang selalu dipakai dalam interaksi sosial. Dan menurunnya rasa bangga dan rasa memiliki terhadap lingkungan tempat dimana mereka tumbuh dan berkembang. Perilaku ini tampak dari menurunnya rasa peduli sebagian generasi muda kita terhadap lingkungan sekitar.

Belakangan ini, muncul kejahatan baru melalui media social, diantaranya budaya menfitnah (bully). Belum hilang dari benak kita tentang penghinaan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad terhadap Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo. Melakukan penghinaan terhadap Presiden suatu negara bukanlah hal yang patut dicontoh. Menghina Presiden berarti menghina seluruh rakyat yang berada di bawah komando Presiden. Meskipun begitu, sesungguhnya menghina siapapun bukanlah hal baik yang patut dilakukan oleh manusia yang masih memiliki akal sehat.

Ada sangat banyak kerugian dibandingkan dengan keuntungan dari munculnya sifat memuja sains sebagai alat pemenuhan hasrat manusia. Mujtaba Musawi Lari (2010:13) berpendapat bahwa teknologi dan industrialisasi telah mencapai titik kulminasinya, kehidupan moral dan spiritual justru tenggelam hingga titik nadirnya. Ilmu sains telah menguasai kehidupan dan memberikan kemakmuran, tapi bukan kebahagiaan, karena kebahagiaan bukan wilayah sains. Sains tidak bisa membedakan antara manfaat dan bahaya, yang jelek dan yang bagus. Menurut pendapat ini, maka bisa dibayangkan saat sains dijadikan aturan kehidupan manusia, maka peradaban yang tercipta adalah peradaban yang merugikan, tidak aman dan mematikan, sarang kejahatan, dan kerusakan.

Moralitas dalam perespektif budaya lokal: Proyek Kebajikan

Berdasarkan narasi di atas dan kejadian-kejadian yang kita temua dalam kehidupan keseharian manusia, maka menghargai siapapun merupakan hal yang patut dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali. Semakin modern-nya zaman seharusnya tidak membuat kita menghilangkan atau melupakan budaya malu yang sejak dulu selalu diajarkan oleh orang tua. Karena hal tersebut sehingga muncul keprihatinan terhadap generasi penerus bangsa ini yang mulai mengalami krisis moral.

Sebuah tanda Tanya mengusik kesadaran kita: “Akan menjadi apa bangsa ini jika generasinya sudah tidak lagi memiliki nilai-nilai budaya?” Kita sudah mulai sering mendengar dari mulut anak remaja, “Budaya tradisional adalah budaya kuno.” Ungkapan ini adalah bukti nyata bahwa nilai budaya lokal semakin tergerus, termarjinalkan di mata generasi muda. Lalu dimana-mana kita akan menemui generasi muda kita begitu dungunya, mati-matian memuja-muja westernisasi. Sungguh miris. Padahal, tidak semua nilai dari luar adalah positif bahkan lebih banyak yang negatif dan bertentangan dengan norma dan nilai budaya lokal.

Realitas di sekitar kita menyadarkan akan pentingnya mentransformasikan nilai-nilai tradisional kepada generasi dengan sungguh-sungguh. Hal semacam ini, Benjamin Franklin menyebutnya sebagai Proyek Kebajikan. Dan sekali lagi, wadah yang paling tepat dalam melestaraikan nilai-nilai tradisional melalui pendidikan. Transformasi nilai-nilai budaya lokal melalui pendidikan diharapkan mampu menyaring pengaruh negatif budaya yang datang dari luar. Penulis memandang bahwa budaya lokal seperti budaya sipakatau, sipakainge’ dan sipakalebbi’ merupakan tiga budaya lokal bugis yang jika terus ditanamkan pada generasi bangsa ini akan mampu membantu para generasinya untuk tetap memiliki adat kesantunan.

Budaya sipakatau merupakan budaya yang berasal dari suku bugis yang berarti memanusiakan manusia. Yang dimaksudkan sebagai memanusiakan manusia adalah memandang manusia sebagai manusia seutuhnya tanpa membeda-bedakan status sosialnya. Dan juga tanpa menganggap bahwa orang yang kaya boleh menindas yang miskin. Jika Budaya sipakatau tidak diterapkan pada remaja sejak dini akan semakin menghancurkan moral remaja. Hampir Setiap hari dari media elektronik maupun media cetak kita selalu melihat banyaknya kejadian saling mem-bully ataupun menyiksa orang lain. Budaya mem-bully yang biasa dilakukan oleh mereka yang merasa lebih berkuasa sudah menjadi tradisi yang tidak lagi bisa terbantahkan. Kegiatan tahunan seperti masa orientasi digunakan sebagian orang untuk menunjukkan bahwa mereka hebat dan kemudian orang yang di-bully juga melakukan hal yang sama setiap tahunnya. Sehingga hal ini terlihat seperti lingkaran setan yang tidak bisa dihindari. Budaya Sipakatau jika tidak diterapkan mulai dari sekarang maka hal-hal negatif seperti yang telah dijelaskan akan terus terjadi.

Budaya sipakainge’ yang berarti saling mengingatkan orang lain. Manusia merupakan makhluk tidak sempurna yang juga memiliki kekurangan. Budaya sipakainge’ membuat manusia kembali harus mengingat kodratnya yang tidak bisa hidup sendiri. Mengingatkan tentang perlunya saling mengingatkan dalam hal apapun. Budaya ini hampir hilang dari adat kesantunan generasi saat ini. Adanya sifat gengsi yang semakin besar sehingga hal-hal seperti mengingatkan orang lain untuk tidak berbuat keburukan tidak lagi diperhatikan. Sedangkan saling mengajak pada hal-hal yang salah, bergaul dengan orang-orang yang tidak bermanfaat semakin sering dilakukan. Mencoba menerapkan sifat individualis tanpa memperhatikan kodratnya sebagai manusia yang memang diciptakan sebagai makhlu sosial. Sikap saling bertegur sapa antara satu manusia dengan manusia lain seperti hal yang sangat sulit untuk dilakukan di zaman yang katanya sudah modern ini.

Budaya Sipakalebbi, atau tidak boleh memandang rendah orang lain. Manusia yang selalu sama dihadapan Tuhan tidak boleh menjadikan manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah. Tidak merendahkan orang lain merupakan salah satu hal yang semestinya harus selalu diajarkan pada generasi bangsa ini. Menganggap orang lain yang kurang mampu sebagai orang yang selalu ditindas sedangkan yang raja hanya mereka yang mengaku memiliki lebih banyak uang. Menjadikan mereka sebagai pesuruh yang hanya akan bekerja jika ada perintah membuat mereka terlihat sebagai peliharaan yang mengikuti semua perintah majikannya. Mereka yang miskin bahkan diperlakukan lebih rendah. Tidak sadarkah para generasi saat ini bahwa orang yang kurang mampu juga manusia yang sesungguhnya masih sama dihadapan Tuhan.

Penutup

Jika dilihat saat ini, adakah peran yang telah dilakukan pemerintah dalam membantu meningkatkan moral remaja? Mungkin tidak, pemerintah saat ini terlalu sibuk melakukan uji coba terhadap peningkatan mutu belajar siswa melalui kurikulum 2013 tanpa mengingat bahwa sesungguhnya moral remaja lebih penting dibandingkan hanya mempunyai intelektual tinggi tapi adat kesopanan sudah punah.

Penggantian kurikulum secara berkala tidak menjamin bahwa krisis moral yang terjadi pada remaja saat ini akan hilang. Krisis moral akan selalu menghantui generasi penerus bangsa ini jika tidak bisa meningkatkan budaya sipakatau, sipakainge’ dan sipakalebbi. Seharusnya, pemerintah saat ini sudah mampu meningkatkan moral remaja. Bukan hanya menjadikan banyak remaja stress karena jam belajar yang selalu ditambah tapi kehilangan moral. Pemerintah seharusnya mampu men,gimbangi bahwa moral remaja juga harus dididik dibangku sekolah. Menambahkan 1 jam pelajaran setiap pekannya untuk sekedar menambah wawasan generasi muda tentang moral meskipun waktu tesebut masih sangat sedikit jika hanya untuk berbicara moral remaja kekinian.

Program pemerintah, yang dalam hal ini presiden Jokowidodo, dalam kampanye menyerukan tentang ‘revolusi mental’. Seruan tentu lahir dari sebuah kesadaran bahwa ada yang tidak beres dengan mental bangsa ini. Dan bangsa sesungguhnya akan tampak kekuatannya dari generasinya. Dengan demikian, dalam penutup tulisan ini, penulis berharap bahwa program-program pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan pembentukan karakter dan moral anak bangsa menjadi focus utama.

Sebagai sebuah kesimpulan, hendaknya kita mulai berbenah diri, melakukan apa yang disarankan oleh Paulo Freire yaitu membangun strategi pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang memanusiakan, kedalam sebuah mega proyek yaitu, ‘proyek kabajikan’ seperti yang diungkapkan oleh Benjamin Franklin.

Referensi
Doni Koesoema. 2012. Pendidikan Karakter, Utuh Dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius. I.N. Thut dan Don Adams. 2005. Pola-pola Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mujtaba Musawi Lari. 2010. Islam Spirit Sepanjang Zaman. Jakarta: Al-Huda. Paulo Freire, Ivan Illich, Erich Fromm, dkk. 2009. Menggugat Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

2 comments:

Unknown : 2 Januari 2015 pukul 19.16 mengatakan...

aku suka ini tulisan....

WA 0857.25.142.100, Botol Tinta Kosongan, Botol Tinta Lancip, Botol Tinta Kerucut : 18 April 2018 pukul 20.29 mengatakan...

pendidikan itu sangatlah penting


Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

TULISAN TERBARU