Hanya orang yang berani bermain dan menari bersama ombak yang tidak akan terhempas pada batu karang, tapi sebaliknya, akan mencumbui batu karang, akan datang bersama hempasan ombak, akan melumat bibir pantai, dan ia bergumam, "Betapa nikmat dan asinnya garam kehidupan!"

Sabtu, 27 Agustus 2011

BERDAMAI KENANGAN--Salah satu bagian dari Buku kenangan yang diluncurkan tanggal 07 Juli 2011 di ruang Pola Bulukumba--

Kawan, tak ada yang lebih kuat dari sebuah kenangan,
Apalagi, jika kenangan itu dituliskan dalam hati
dan di atas kertas-kertas yang haus akan air tinta.


Ibarat rumah, maka teks ini adalah pintu dari sebuah kenangan yang tentunya ada banyak luka yang terselip dalam lipatan-lipatan perjalanan hidup, seiring waktu yang selalu beranjak meninggalkan bangkai-bangkai kehidupan yang dilahap oleh makhluk pengurai.

Berdamai dengan kenangan saat realitas memuntahkan kita pada kenyataan bahwa setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan, maka sudah menjadi kemestian untuk mencoba menangisi pertemuan yang telah ditakdirkan oleh waktu. Atau mari kita larut dalam kesejatian kanak-kanak yang terperangkat dalam tengkorak tubuh kedewasaan.

Haruskah kita berhenti, atau sekedar menahan napas untuk menumpahkan tangis yang tertahan karena terdesak oleh kenangan? Bukan kewajiban untuk menjawabnya, namun kehidupan ini mengajarkan manusia untuk banyak merenung dan mencoba memaknai bahwa kegilaan-kegilaan yang hadir dalam jurang-jurang jiwa yang kita sadari sedang berkelahi dengan kehancurannya.

“Kenanganku padamu, kawan! Ataukah cinta yang tak terbahasakan,.. karena kalian adalah arti dari ketiadaan saat aku terlempar pada dimensi yang sudah terlalu jauh, di sini.”

Ah! Sudahlah! Kebodohan-kebodohan kecil ini mengeruk sisi terhalus dalam diri kita. Walau ini hanyalah kenangan yang bisa diibaratkan balon-balon sabun yang meletus tak berbekas saat matahari dan angin menggerogoki bulatnya yang payah. Dan kita telah terlambat, sangat terlambat malah, menyadari bahwa kebersamaan kita adalah kenangan yang tentunya menjadi luka saat kita mencoba berdamai dengan kenangan itu sendiri. Tapi, inilah keabadian, karena belum ada teknologi di dunia ini yang akan membawa kita pada masa lalu untuk membunuh kenangan.

“Sudahlah, kawan! Mereka adalah kenangan yang abadi, dan aku harus meneteskan air mata untuknya.”

Saat hati kita tak merasakan getaran yang kuat dengan kesadaran hidup, maka ada yang hilang dalam sisi diri kita. Atau sebut saja: bahwa kita telah takluk dalam kebohongan berganda. Lebih sederhana mungkin, saat kehidupan itu diam-diam menyelinap di balik jendela Sang Ilahi, maka adakah kita menangisi atau sekedar merenungi masa-masa tersenyum bersama-sama. Oh! Alangkah menyedihkan! Meninggalkan sekeping hati bersama dengan si buah hati yang lelah menatap kehidupannya. Dan betapa kesempurnaan luka itu terbentuk saat binar-binar mata kanak-kanak kita yang melekat di generasi melebur dalam kabut ketaktahuan. “Sempurna, kawan!”

Berilah aku tanda. Apakah kawan-kawan mendekap pinggangku, ataukah menggenggam tanganku erat-erat, ataukah memberikan senyum yang panjang, atau apa sajalah yang membuatku tahu kalau kalian sangat ingin bersamaku.

Berilah aku tanda … Tapi, aku tak menemukan tanda itu. Aku pun pulang bersama kesedihanku. Lampu-lampu yang ramai kini berubah menjadi redup, tak bercahaya, seolah sedang merana. Jadilah aku tahu, apa pesan yang disampaikan lampu-lampu itu: keceriaan, kebahagiaan, semangat, hiburan, dan kasih sayang sedang mengikat-ikat di setiap simpul-simpul senyum dan langkah yang kini telah menjadi kenangan.

Kalau Esok,… Sobat, Kucari sosok tubuhmu/Pada bias sukma di cakrawala/Meski langit tak secantik kenangan/Nyatanya Aku termangu jika gelap tiba/Merenungi masa manis persahabatan kita/Ku temui juga akhirnya/Bayang – bayang yang akan kekal/Terkatung pada ranting pengharapan/Kalau hari esok tiba…/Dirimu telah bergelar sarjana/Duduk di singgasana bahagia/Bangunlah istana putih yang abadi/Kemudian hiasilah kembang –kembang/Dengan telaga embun pagi/Kalau esok…Dirimu temukan suatu kepedihan/Merasakan pahit getirnya kehidupan/Bangunlah tonggak harapan/Kemudian ingatlah daku dan datanglah/Engkau sebagai sobatku

Kalau esok…Kubangun monumen tua untuk mengenangmu/Engkau akan selamanya kusayang/Aku akan selalu setia/Laksana setianya ombak dan pantai/Kalau esok…Kamu sakit akupun menderita/Kamu kangen rinduku pun tak terkira/Kamu bahagia damaiku pun tak terbatas/Kalau esok…Kamu dan aku dapat dipertemukan/Ku… ingin jabat erat jemari’Mu/Sebagai isyarat bahwa Kamu sangat ku rindukan/… sobat…sebagai penutup sapa, awal bahasa setulus hatiku yang paling dalam ku…ucapkan … semoga Allah mensucikan amal ibadah kita, “jangan lupa bangun saat beduk subuh tiba,

karena difajar mentari aku kenang k-mu”

Dan walau sangat terpaksa, kuucapkan, “Selamat tinggal kenanganku yang tersayang!”

Semoga suatu saat nanti catatan ini akan menjadi pengganti keberadaan kita yang mungkin tak lagi berkumpul dengan kawan-kawan, atau ketika kita telah menyatu dengan bumi. []


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

1 comments:

Cara Sedot WC Jakarta Dengan Starbio plus : 25 Januari 2017 pukul 18.18 mengatakan...

nyimak gan terimakasih


Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

TULISAN TERBARU