Masih ingatkah! Saat kau mematikan mesin motor itu. Aku menyambutmu dengan senyum. Kau pun demikian, senyum indah dari bibir manis yang mungkin sering aku jumpai di beberapa bibir pada jenis kelamin yang sama. Tapi, tahukah, senyum itu menjadi lain tatkala cahaya lampu sampai pada dirimu, menerangimu.
Semua aurah yang menghangatkan hati pun hadir menyatu dengan ion-ion keindahan di sekelilingku. Sungguh, aku tak percaya kalau perjalanan waktumu telah dihiasi dengan malam pertama, seperti pernyataan yang diungkapkan oleh kawan pada sms-nya beberapa hari yang lalu. Lihatlah di cermin, baby face itu masih sangat jelas di guratan wajah yang aduhai menawan. Sungguh, kesempurnaan mendekatimu dalam diam.
Kaulah tamuku di malam itu, kupersembahkan yang terbaik. Aku menyuguhkanmu dengan beberapa ide yang mungkin menurut aku jauh lebih berharga daripada secangkir teh manis dan sepiring pisang goreng. Wajahmu berubah menjadi lucu, mimik serius yang terukir di sana membuatku ingin tertawa. Tapi, tidak, aku tidak boleh tertawa, kamu tamuku malam itu. Kedatanganmu, adalah proses dari pemecahan masalah yang menerpamu. Masalah yang sangat serius, begitulah kata seorang kawan pada sms-nya beberapa hari sebelumnya. Lalu kita bercerita. Kujelaskanlah apa yang menjadi masalahmu. Terakhir kau menganggup seolah-olah mengerti.
Kulanjutkan ceritaku, kembali kau diam, pun wajahmu kembali lucu. Cerita terus mengalir seperti tak bermuara.
“Aku belum menikah kak.”
Katamu itu menggelapkan pikiranku. Semua kata yang pernah aku ucapkan menjadi hilang dan terlupakan. Seketika, aku berada di sebuah tempat dimana ada bintang-bintang, ada bunga, ada pelangi, ada sungai yang jernih, ada pemandangan alam yang maha dahsyat, dan ada-ada saja yang belum aku temukan sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, aku baru tersadar. Dan mulai berbicara. Sadarkah kau, kalau pembicaraanku berulang. Sungguh, aku lupa bahwa apa yang aku bahasakan padamu saat itu, sudah aku bahasakan ketika pantatmu baru saja kau dudukkan di lantai, punggungmu kau sandarkan di tembok dan jam dinding yang berdetak itu menunjukkan pukul 08.14 malam. Tapi, aku heran kenapa kau tidak protes, malah kembali wajahmu serius, dan tampak lucu. Aku ingin tertawa bila mengenang itu.
bersambung!***
Kamis, 08 September 2011
Catatan Harian Di Lembar 1
Langganan:
Posting Komentar (RSS)

2 comments:
wah, persis sama dengan Catatan Harian Lembar 1 yang ada di akun Facebook Bung Ramli Palammai, lanjut deh ke postingan yang lain deh.
senang sekali bisa berkunjung ke blog anda
sangat menarik dan bermanfaat sekali
terimakasih banyak gan
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.