Hanya orang yang berani bermain dan menari bersama ombak yang tidak akan terhempas pada batu karang, tapi sebaliknya, akan mencumbui batu karang, akan datang bersama hempasan ombak, akan melumat bibir pantai, dan ia bergumam, "Betapa nikmat dan asinnya garam kehidupan!"

Senin, 12 September 2011

Catatan Harian Lembar 3

Kira-kira, seperti malam saat kau datang pertama kali. Kau kembali bertamu bersama dengan seorang kawan. Itu pertemuan kita yang ketiga. Pertemuan yang membicarakan tentang hal yang berbeda dari yang sebelumnya. Tapi, raut wajah itu, masih seperti sebelum-sebelumnya. Malah kau semakin kelihatan polos, diam, lugu, dan lucu. Ibarat boneka, begitulah kira-kira rupamu saat itu. Sungguh, tertawa adalah hal yang paling ingin saya lakukan saat itu, sekali lagi aku teringat kau adalah tamuku.


“Aku antar dulu teman.” Katamu padaku.

Aku tak dapat menahanmu. Kau menghilang seketika.

Tak lama kemudian, kau kembali dengan sedikit terburu-buru.

“OK, kita berangkat.”

Aku yang memboncengmu. Motor melaju menuju sebuah tempat yang tersembunyi di pinggir jalan raya. Di sanalah rumahmu. Kira-kira 30 menit lamanya, kita sudah sampai di rumahmu. Saat itulah aku menjadi tamumu.

Aku mendudukkan pantat dengan santai sambil memandangi TV yang sedang menayangkan sebuah sinetron. Kau tampak kelihatan sangat sibuk, entah apa yang engkau lakukan. Aku baru tahu, setelah secangkir teh manis kau suguhkan dengan kue di toples. Bukannya aku tak mau atau tak senang dengan suguhan itu. Tapi, aku lebih senang seandainya kau suguhkan sepiring nasi dengan lauknya. Jujur aku lapar saat itu. Mungkin rasa dan pikiran itu merasuki alam bawah sadarmu, sehingga dirimu seperti tergerak dan kembali kau kelihatan sibuk. Lalu tak lama kau muncul dengan membawa apa yang menjadi keinginanku. Sungguh, aku sangat terharu dengan itu.

Jadinya, makan di rumahmu malam itu. Kau duduk di sampingku, juga makan. Kita seperti sepasang pengantin baru yang saling mengasihi dan ingin merasakan nikmatnya kebersamaan. Aduh,… hai-hai-hai romantisnya!

Menyuapiku, menuangkan air minum, senyum termanis kau berikan padaku. Harapanmu agar selera makan menjadi lebih nikmat. Mungkin itulah yang kuharapkan saat itu, di tengah perasaan yang mengawang-ngawang. Tapi, tidak, itu tidak mungkin, aku ini tamumu. Aku sadar itu. Lalu yang terjadi adalah makan sendiri, saling diam-diaman, makan secepatnya, dan minum. Terakhir menyibukkan diri memperbaiki printmu yang aduhai rewelnya.

Dengan bersusah payah aku memperbaikinya. Tapi, toh, print itu masih tidak mau kompromi. Jujur aku malu jadinya, pada hal sebelum-sebelumnya aku sering memperbaiki print yang sama. Tak terasa, jam tangan di tangan terus melompatkan waktu, aku semakin tertinggal rasanya. Ada pertemuan yang harus dipenuhi di sebuah taman yang menurut banyak orang sangat indah. Sepasang kekasih biasa berkasih mesra di tempat itu.

“Tidak bisa diperbaiki. Kita harus berangkat sekarang, malam semakin larut.” Kataku.

Kau membereskan semua barang yang berserakan, pertanda kau setuju.

Motor cina begitu setia membawa kita berkelana, bertarung dengan angin malam. Kamu masih ingat, lampu-lampu di jalan begitu indah seakan menyampaikan pesan, yah pesan yang maksudnya aku ketahui setelah pertemuan kita berakhir malam itu. Aku sebagai pengemudi, kau sebagai penunjuk jalannya. Kita berdua begitu kompak. Apalagi saat kita salah jalan, “Hantam saja!” katamu. Sebuah prinsip hidup yang sangat aku sukai. Begitulah, kira-kira. Mungkin tidak salah jika aku menyimpulkan bahwa ada kemiripan antara kau dan aku. Atau romatisme lagi berbaik hati menangkap kita, memenjarakan kita dalam dimensi-dimensi yang dipenuhi dengan bunga-bunga dari surga.

bersambung! ***


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

1 comments:

Kerajaan Air Mata : 22 Oktober 2011 pukul 04.37 mengatakan...

wah, persis sama dengan Catatan Harian Lembar 3 yang ada di akun Facebook Bung Ramli Palammai, lanjut deh ke Catatan Harian Lembar 2


Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

TULISAN TERBARU