Seorang teman kampus, berkunjung ke kamar kost-ku di sebuah malam. “Ada diskusi malam ini di pantai.” Katanya padaku. Maka berangkatlah kami. Sudah sangat ramai orang di pantai. Motor aku parkir di sebuah taman. Seorang tukang parkir mendatangi kami. Sesobek kertas dia sodorkan untuk ditukarkan dengan uang seribu rupiah. Temanku berjalan di depan, aku ngekor di belakang. Sebuah meja yang tak berpenghuni menjadi pilihan, mendudukkan pantat, dan bercengkeramalah kami tentang hidup dan pengalaman sambil menunggu teman-teman yang lain.
Di sekeliling tampak beberapa pasang kekasih sedang bercerita tentang masa depannya, tentang kebahagiaannya, tentang cintanya yang tak pernah pudar. Begitulah katanya mereka, pada hal aku melihat kemarin sang laki-laki yang bercerita itu membawa perempuan yang berbeda.
Namun, ada yang membuat kami merasa gusar, seorang gadis muda dalam remang sedang berontak untuk meninggalkan tempat tersebut, “Kamu gila, sedetik pun aku tidak pernah berpikir bahwa kebaikanmu padaku selama ini, karena ingin memperbudakku, aku mau pulang!”
Lelaki yang menemaninya tampak gelisah, ada kemarahan dalam suaranya, “Coba saja kalau kamu berani meninggalkan tempat ini?”
Gadis tersebut semakin berontak saat pergelangan tangannya digenggam, “Kamu jangan macam-macam ya?”
Praaaat! Ancaman yang terlontar di mulut gadis tersebut disambut dengan sebuah tamparan keras.
Aku secara spontan bangkit, berteriak, “Hei! Lelaki bajingan!”
Maka, kami pun menjelma menjadi sepasang pendekar yang sedang bertarung dengan hebatnya. Pengunjung taman menjadi riuh.
Heheheheheheh! Jangan tanya siapa yang babak belur, karena sepertinya aku merasakan nyeri yang luar biasa di sekitar bibir, dan lelaki bajingan itu terbatuk-batuk memegangi dadanya.
Jangan pernah berharap bahwa perkelahian di tengah keramaian akan berlangsung lama, karena terlalu banyak tangan kekar yang akan memegangi kita sambil meneriakkan seruan, “Berhenti! Jangan berkelahi lagi!”
Rasa nyeri di bibir secara tiba-tiba menghilang saat si gadis menghampiriku dengan tangis kecil yang lolos dari usahanya menahan tangis. Bukan karena kecantikannya yang luar biasa yang membuat rasa sakit lari tunggang langgang, tapi wajah gadis itu, yah wajah gadis itu yang sama persis dengan wajah gadis yang selalu menjadi tamuku sebanyak tiga kali dalam mimpi di pembaringan subuh.
“Hei! Kenapa kamu ada di sini?”
Si gadis bingung dengan maksud pembicaraanku, namun ia berusaha untuk tersenyum, “Terima kasih telah membantu memberi pelajaran moral nomor satu kepada lelaki brengsek itu! Pertemuan pertama yang sungguh dramatis.”
Dalam hati bergumam, “Ohhhh! Tidak! Kamu salah! Iya, kamu salah! Ini pertemuan kita yang keempat.”
“Namaku, Senja!” Katanya.
Dan kisah kebersamaan kita pun akan dimulai!
Bersambung! ***
Kamis, 15 September 2011
Catatan Harian Lembar 4
Langganan:
Posting Komentar (RSS)

1 comments:
wah, persis sama dengan Catatan Harian Lembar 4 yang ada di akun Facebook Bung Ramli Palammai, lanjut deh ke Catatan Harian Lembar 3
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.