Hanya orang yang berani bermain dan menari bersama ombak yang tidak akan terhempas pada batu karang, tapi sebaliknya, akan mencumbui batu karang, akan datang bersama hempasan ombak, akan melumat bibir pantai, dan ia bergumam, "Betapa nikmat dan asinnya garam kehidupan!"

Selasa, 27 September 2011

Catatan Harian Lembar 6

Begitulah kesadaran berikutnya mendatangiku, saat aku mengetahui sebuah pintu lain dari WC yang menghubungkan dengan tangga lift. Siapa pun akan mengira bahwa pintu itulah yang bisa kau lalui—siapa pun itu—untuk menghilang di dalam kamar WC itu. Dan siapa pun yang berada dalam kondisi yang kacau, maka loncatan berpikirnya akan merambah kemana-mana secara sporadis. Hanya mengikuti naluri, begitulah kira-kira saat aku berlari menuju pintu WC yang lain, dan seketika aku dikagetkan oleh bunyi, tik tik tik tiiiik,.. seorang satpam mendekat. “Maaf boleh kami periksa anda!” dan penyebab bunyi itu adalah ikat pinggang yang aku gunakan terbuat dari besi baja. Maka hilanglah kecurigaan-kecurigaanku: Senja ditodong pisau oleh seseorang yang tak dikenal, atau sebuah pistol menyelinap ke dalam jaketnya dan ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut, dan sangat banyak lagi yang lainnya.


Kenapa kamu menghilang begitu saja? Apakah karena kedatanganmu yang juga tidak undang dalam mengisi beberapa waktuku? Lalu bagaimana dengan pembatas buku itu? Pertanyaan itu menyelinap, keluar masuk dalam pikiranku. Sementara itu, mataku selalu mencari tubuhmu diantara banyak tubuh di toko-toko. Dua kali aku salah orang, dua kali pula aku terjatuh karena bertabrakan dengan beberapa lelaki yang bertubuh kekar. Inikah bukti khawatir, ketakutan, atau dorongan cinta? Dan bukan tidak mungkin kalau disebabkan oleh pengaruh kesemuanya.

Di situlah aku, di tiang besar penyangga gedung perbelajaan, di tempat kau menemukanku menyandarkan punggung dengan kaki yang telentang karena kelelahan mencarimu. Dan kedatanganmu yang secara tiba-tiba dengan mata yang sembab adalah pertanyaan yang paling menohok perasaanku. “Kenapa kamu menghilang begitu saja?” Kau hanya tersenyum terpaksa atas pertanyaanku yang mengandung suara tangis yang tertahan.

“Ayo kita pulang!” hanya itu katamu. Aku bangkit dengan langkah yang masih lemas. Kita beriringan. Kegelisahan di pikiranku mengendap: Tidakkah kau tahu bahwa telah terjadi pertarungan hebat dalam diriku saat kau menghilang?

“Apa maksud tulisanmu di pembatas buku itu?” kataku.

“Apakah orang yang tak mampu menolong dirinya sendiri dapat menolong orang lain?” katanya dengan wajah yang sendu.

Lelaki mana yang tidak merasa harga dirirnya tersinggung dengan pernyataan meremehkan yang keluar begitu saja di mulutmu. Tapi, aku meyakini kamu punya alasan yang kuat dengan pernyataan itu. Kaulah yang memainkan irama takdirku bersamaku. Penampakan-penampakan wajahmu dikebersamaan kita hari itu adalah kegelisahan bagiku. Dan kau adalah perempuan yang unik, mampu menyamarkan sendumu dengan senyum yang manis. Tapi, aku lelaki yang cerdas, Senja. Terlalu cerdas malah, efek-efek psikologis dari seluruh gerak tubuhmu berbicara dengan jelas kepada kegelisahanku.

Puncak kegelisahanku memporak-porandakan struktur berpikirku saat kita berpapasan dengan lelaki—lelaki yang menamparmu di taman, malam itu—yang dikawal oleh dua orang lelaki sangar. Betul-betul aku muak dengan senyumnya yang tersungging kepadamu. Ingin rasanya segera menerkamnya, tapi kau menggenggam erat pergelangan tanganku, kurasakan ada getar yang hebat dalam tubuhmu. Dan semakin sampailah di puncaknya, bahwa ada yang tidak beres dengan dirimu hari ini. Ada kegelisahan dirimu yang lebih hebat dari kegelisahanku. Memilih hari yang tepat, tempat yang tepat dan momen yang tepat untuk menanyakan semua daftar pertanyaan yang telah tersusun di kepalaku adalah pikiran-pikiran yang hadir dikebersamaan kita saat meninggalkan gedung perbelanjaan. Sebenarnya, aku juga melihat secara tidak sengaja pinggangmu yang memar-memar saat baju kaos yang kau gunakan tersingkap waktu kau menunduk, mengulurkan tangan mengajakku berdiri di tiang perbelanjaan itu.

“Senja, engkau gadis yang aneh, dan penuh rahasia-rahasia yang sungguh tak terduga.” Kataku dalam hati saat kau berjalan memasuki halaman rumahmu. Tapi, sekali lagi aku telah menggarisbawahi pertanyaan-pertanyaanku di kepala.

Bersambung! ***


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

1 comments:

Kerajaan Air Mata : 22 Oktober 2011 pukul 04.31 mengatakan...

wah, persis sama dengan Catatan Harian Lembar 6 yang ada di akun Facebook Bung Ramli Palammai, lanjut deh ke Catatan Harian Lembar 5


Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

TULISAN TERBARU