Hanya orang yang berani bermain dan menari bersama ombak yang tidak akan terhempas pada batu karang, tapi sebaliknya, akan mencumbui batu karang, akan datang bersama hempasan ombak, akan melumat bibir pantai, dan ia bergumam, "Betapa nikmat dan asinnya garam kehidupan!"

Selasa, 27 September 2011

Di Usia Seratus Tahun Lebih Ia Masih Mengingat Hafalan Al-Qur'annya

Berpuluh-puluh tahun yang lalu, menurut cucunya sekitar tahun 1896 yang silam, suara tangis Nenek Saborang terdengar. Tangis yang bersambut senyum dan tawa bahagia dari orang tuanya (Makkita/Cekong) kala itu di daerah Tabbai di kelurahan Bonto Kamase Kecamatan Herlang. Dan Tuhan ternyata memberinya sebuah anugerah yang sangat jarang orang mendapatkannya, yaitu umur yang panjang. Setelah bertahun-tahun ia melawan penyakit lupanya, kehidupan mengucapkan selamat tinggal kepadanya pada tanggal 30 Agustus 2011 di Dusun Masagena, Desa Bonto Haru, Kecamatan Rilau Ale.

Ia memilih seorang lelaki, teman seranjang di usia 32 tahun yang bernama Bolo'. Kisah sepasang suami istri kala itu dirundung kecemasan karena ia hidup di dalam masa penjajahan, jauh dari definisi demokrasi. Diumurnya yang sudah memasuki 1oo tahun lebih, trauma masa lalunya membuatnya selalu ketakutan. Bahkan 10 tahun terakhir masa hidupnya, ia terjebak dalam kehidupan masa lalunya. Bahkan cucu-cucunya yang berdatangan, berkunjung, dianggapnya sebagai tentara Belanda yang akan membakar rumahnya, dan menembaki suaminya.

Perjalanan kebersamaan sepasang suami istri itu tidak melahirkan generasi baru yang akan bermanja-manja di pankuannya atau sekedar menangis karena beberapa keinginannya tak terpenuhi. Selain karena suaminya mati lebih dulu, mungkin memang nasib tak mengehendakinya untuk memiliki anak seperti pasangan suami istri lainnya. Walau ia tidak memiliki anak, tapi sangat banyak yang menyayangi dan menyukainya, lantaran ia seorang nenek yang pandai mendongeng dan bernyanyi lagu-lagu tempo dulu.

Kematian di akhir ramadhan ini menghampirinya saat ia mulai merasa pusing, dan tidak mampu menelan makanan. Hanya air saja yang dapat lewat ditenggorokannya. Perlahan-lahan tubuhnya yang sudah mengecil, tinggal kulit membalut tulang semakin akut. Dua hari sebelum kematiannya, sebagian tubuhnya 'mati' tidak bisa digerakkan sedikit pun. Dengan kondisi yang demikian, di malam terakhir sebelum malaikat maut menjumpainya, nenek Saborang masih sempat melafal-lafalkan beberapa surat pendek yang ia hafal. Dan malaikat maut pun melaksanakan tugasnya dengan tuntas saat jam 09.13 malam, saat semua orang sedang bersabar menahan rasa ngantuknya menjalani shalat tarawih.

Selamat Jalan Nenek!

Berita ini sengaja diangkat untuk mengenang bahwa di tahun 2011 masih ada manusia--seorang perempuan--yang masih bersahabat dengan kehidupan diumur 115 tahun. Tentunya masih ada di tempat-tempat lain yang mungkin masih hidup dengan usia yang melebihi nenek Saborang ini, tapi untuk kabupaten Bulukumba, orang inilah yang kami tahu. Wassalam!


Silahkan Baca juga Postingan berikut:

3 comments:

ToKonjo : 22 Oktober 2011 pukul 04.24 mengatakan...

mudah-mudahan sudah bagus kotak komentarnya. Maaf saya tidak melihat sampai hal-hal sekecil itu...

Arif Agus Bege'h : 22 Oktober 2011 pukul 04.27 mengatakan...

untuk pertamakalinya dan yang pertama berkomentar di blog ini, sucses selalu dan doaku untuk penulis Media Fiksi bung Ramli Palammai, hormat kami dari penghuni Kerajaan Air Mata.

Salam Hujan
Salam Blogger
Salam Sastra
dan semua Salam deh
he he he

Bisnis Online Blog : 22 Oktober 2011 pukul 22.05 mengatakan...

Wah sukses selalu sobat.jadi haru membaca post di atas.Happy blogging.

ada undanagn di gubuk BOB untuk para blogger, silahakn di chek


Silahkan Berkomentar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.

KOMENTAR

TULISAN TERBARU