/3/
Sekitar pukul 11 siang, Rafli kembali berada di perkebunan teh, seorang mandor perkebunan menemaninya. “Siapa gadis yang berbaju kuning itu?” mandor membuang jauh pandangannya ke sebuah balai-balai beratap rumbia, di sana para pekerja sedang istirahat sambil menikmati makanan masing-masing.
“Dia gadis dari kampung sebelah, ia bernama Senja, Tuan!”
Rafli berbalik, hendak berlalu meninggalkan mandor perkebunan. Lalu langkahnya terhenti saat mandor itu kembali bersuara, “Tapi, ia gadis yang bisu, Tuan!”
Sejenak Rafli merenung, kemudian tersenyum, melanjutkan langkahnya, memunggungi mandor perkebunan yang terlihat kebingungan. Pada jarak yang dianggapnya cukup, sesuai kebutuhannya, Rafli berhenti, ia berpura-pura memperhatikan beberapa daun teh, menciumnya beberapa lembar, namun pandangannya menyelinap ke balai-balai, memperhatikan Senja yang tersenyum-senyum melihat ibu-ibu pekerja lainnya yang terbahak-bahak oleh cerita-cerita yang mereka kembangkan sendiri. Sesekali pandangan mereka bertemu, dan disaat yang demikian terjadi debaran dan getaran jantung yang hebat bagi mereka berdua.
/4/
Seperti sebelum-sebelumnya, saat hari mulai sore, para pekerja di perkebunan bergegas ke rumah masing-masing. Rafli kembali berada di perkebunan sore itu, ia memanggil salah seorang anak-anak yang sedang bermain layangan, hanya sebentar ia membisiki anak itu dan menyerahkan secarik kertas. Maka anak itu lari pontang-panting mendekati Senja, kemudian memberikan kertas yang diamanatkan oleh Rafli. Saat menerima secarik kertas itu, Senja membuang pandangannya ke arah Rafli yang tampak tersenyum di kejauhan.
Senja seorang gadis kampung yang sangat lugu, namun tidak gampang takluk pada mekanisme pendekatan/rayuan yang ditujukan padanya. Ia begitu keras menolak tawaran Rafli untuk mengantarnya pulang sore itu. Dan Rafli bukan lelaki yang gampang menyerah, secara diam-diam ia membuntuti Senja. Alhasil, saat malam baru saja menguasai bumi, ia sudah berdiri di ambang pintu, mengucapkan salam.
Rinai yang membuka pintu, dan tebaklah betapa hebatnya ia menjelma menjadi malaikat melayani Rafli. Dan raut wajahnya yang semula berseri-seri berkerut begitu mengetahui bahwa yang dicari oleh Rafli adalah Senja. “Oh! Ia pembantu kami di sini.” Kata Rinai dengan wajah yang sinis. Malam itu Rafli hanya mendapat secarik kertas dari Senja, AKU TIDAK INGIN BICARA DENGANMU, JANGAN GANGGU AKU!
Namun, secara diam-diam, dari jendela kamarnya, Senja mengintip Rafli yang memunggunginya melewati pagar rumah, ada tetes air mata yang mengalir di pipinya. Sejak kedatangan Rafli malam itu, maka semakin bertambahlah kejengkelan Rinai kepada Senja, ia memarahi Senja tanpa alasan yang jelas. “Kamu jangan besar kepala, dia tidak butuh gadis yang bisu, yang diinginkan pada dirimu, hanyalah tubuhmu, Senja!” Bahkan kata-kata yang mengandung pengusiran dari rumah itu terlontar.
Selasa, 25 Oktober 2011
Episode 3 & 4
Langganan:
Posting Komentar (RSS)

7 comments:
tambah penasaran, kalau aku jadi Rafli..akan ku dapatkan terus pertamax di blog ini..
he he he
aku selalu ingin bisa nulis sebuah cerita, tapi selalu terkendala sama alur...
jadi pengen belajar nich
Ayano: biasakan aja,... cerita itu tidak mesti punya alur yang jelas,.. asal ia punya makna yang dapat ditangkap.
harus banyak membaca buku nih, menjadi pendengar yang baik biar bisa nulis kayak master ^_^
BOB: hahahahahaha,... pandai benar anda memberi motivasi,.. thank's
asik ceritanya lengkap dari episode ke spisodenya,, jadi betah bertengger di sini membaca cerita...
mantap infonya
semoga bermanfaat bagi banyak org
thanks ya
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai tema tulisan. Gunakan Name/URL untuk memudahkan saya merespon komentar Anda.